Bab 2 : Di Balik Kesenangan, Tersingkap Sebuah Kesedihan



     Ketika beranjak ke jenjang perguruan tinggi, Alhamdulillah Aku diterima di salah satu kampus di daerah Malang. Saat calon mahasiswa lainnya sibuk mencari informasi mengenai bagaimana kampus nya, apa saja mata kuliahnya, mencari teman seangkatan, dan lain sebagainya, Aku mencari hal-hal seperti ini :
 

     Mungkin terlihat konyol, tapi begitulah kenyataannya. “Aku harus berubah” batinku dalam hati. Aku berharap dengan adanya perubahan tadi, mungkin kekosongan dihatinya akan terisi. Jadi Aku mencoba untuk memberanikan diri memulai suatu percakapan, menegur sapa, menjadi pribadi yang menyenangkan, murah senyum, dan lain sebagainya. Alhamdulillah, di dalam 21 tahun umur Aku, masa ini aku mendapatkan teman dan kenalan yang sangat lebih banyak bila dibanding masa sebelumnya. Rasanya seperti menang melawan hidden boss, mendapat EXP bertumpuk-tumpuk, dan level up secara drastis. Rasanya masa lalu itu hanyalah mimpi buruk saja. Aku merasa sangat hidup dan bersyukur bisa berkuliah di tempat ini (walaupun UKT masih sangat memberatkan bagiku sebenarnya).

     Di masa ini aku juga mendapat banyak teman yang memiliki hobi yang sama, dan memiliki hobi baru, menggambar, berkat seorang teman dekat di kampus. Ketika menginjak semester 3, aku bertemu dengan seorang teman, bernama Fulan. Kami memiliki hobi yang sama, dan sering bercerita dan berbagi banyak hal. Bahkan dia mengajakku menginap di kontrakannya (hingga tulisan ini dibuat, Aku belum pernah menginap di tempat teman lainnya, terkadang masih ada rasa sungkan untuk meminta menginap. Biasanya Aku akan menunggu terlebih dahulu untuk diajak melakukan suatu hal). Rasanya sangat menyenangkan sekali. Seringkali Fulan juga sering berkunjung ke kosku. Setiap hari kami melAkukan chatting, bercanda, berbagi banyak hal lainnya. Ketika aku suka terhadap suatu hal, Aku akan berbagi hal dengannya. Fulan pernah berkata bahwa aku adalah satu-satunya teman paling dekat dahulu. Rasanya sangat senang sekali, karena bisa menjadi salah satu orang penting dalam hidup orang lain. Kekosongan hati yang selama ini seakan tertutupi.

     Aku juga memiliki teman dekat lainnya, sebutlah Fulana. Aku tahu bahwa Aku, Fulan dan Fulana memiliki hobi yang sama. Jadi Aku sering menceritakan bahwa Aku memiliki teman yang sangat baik bernama Fulana kepada Fulan. Hingga akhirnya aku memperkenalkan Fulana kepada Fulan secara langsung. Awalnya mereka terlihat canggung, jadi aku berinisiatif mengajak Fulan untuk masuk ke organisasi yang sama dengan Fulana (aku memang sudah punya niat dari awal untuk masuk ke organisasi tersebut), agar kami bertiga bisa menghabiskan waktu bersama lebih banyak. Fulan pun mengiyakan ajakan Aku. Kami pun akhirnya masuk ke organisasi tersebut. Alhamdulillah benar, Fulan dan Fulana menjadi lebih dekat. Aku senang dengan hal itu. Untuk lebih mendekatkan mereka lagi, Aku berinisiatif untuk membuat sebuah kelompok kecil yang memiliki hobi yang sama. Dalam kelompok tersebut, mereka pun menjadi lebih dekat. “Alhamdulillah”, batinku berucap. Namun ada hal yang mulai berubah.

     Fulan mulai jarang melakukan chatting. Biasanya, padahal kami dahulu sering melakukan kontak hampir setiap hari. Pernah suatu ketika Fulan tidak membalas chat Aku selama beberapa hari, bahkan tidak diread sama sekali. ketika kami bertemu, Aku menanyakan ada masalah apa?. “itu mengganggu”, jawab Fulan. Aku hanya sekedar membagikan hal=hal yang biasa kami bagi. Aku pun kehilangan kata-kata. Mungkin Anxiety Aku mulai muncul. Mungkin Aku yang terlalu sering ingin tetap berkontak, jadi Aku memutuskan untuk mengurangi kontak, dan cenderung menunggu Fulan untuk melAkukan kontak terlebih dahulu, agar tidak menjadi pengganggunya lagi. Ketika Fulan mulai melakukan chatting, Aku sangat senang sekali.

     Fulan sangat bersahabat sekali dengan Fulana, begitu pula sebaliknya. Hal ini berbeda bila dibandingkan padaku. Pada saat bertemu, Fulan cenderung menunjukkan kebosanan pada Aku, berbeda sekali pada saat awal kita berteman. Mungkin Fulana memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih dari pada Aku. Ada rasa ketidakadilan disitu, anxietyku semakin membesar. Ketakutan dan kekhawatiran bila aku akan tergantikan dan terlupakan.

     Puncaknya adalah ketika organisasi kami pulang dari rangkaian acara kegiatan diklat. Kami pulang dengan mobil angkut. Fulana telah lebih dahulu ada di dalam mobil yang penuh. Ada mobil lain di depan Aku dan Fulan yang masih ada tempat banyak. Fulan mengatakan pada Aku untuk naik mobil tersebut terlebih dahulu. Aku pun masuk. Ketika ingin memanggil Fulan untuk masuk juga, Fulan tiba-tiba berlari mengejar mobil Fulana yang sudah penuh tersebut, tanpa satu katapun. Padahal mobil yang ditumpangi Aku masih ada banyak tempat yang kosong. Aku shock seketika, rasa kecewa dan bingung membanjiri pikiran ini. Ada rasa sesak di dada, rasanya hampir ingin menangis. Namun ku tahan karena ada anggota organisasi lainnya. Sepanjang perjalanan, Aku tertunduk dan merenung. “salah apa Aku, apa kekuranganku, apa Aku sudah tidak berguna lagi, kok jadi gini”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Rasanya hati menjadi kosong kembali, bahkan lebih parah dari pada sebelumnya. Aku yang sebelumnya tidak pernah punya teman sedekat ini merasa bingung harus bagaimana. 

     Sejak saat itu aku menjadi lebih murung. Aku memakai topeng agar perasaan itu tidak terlalu terlihat terhadap orang lain. Aku tahu bahwa mood akan menular kepada yang lain. Tapi Aku masih belum bisa menahan perasaan kala itu. Jadi terkadang ketika rasa ketidakadilan itu muncul, anxiety ku kambuh kembali. Rasa sesak dada, keringat bercucuran, kecewa, bingung, sedih, dan lain sebagainya bercampur. Fulana berusaha membantu Aku dengan memberikan rujukan-rujukan bacaan. Aku mempelajari rujukan-rujukan tersebut. Alhamdulillah anxietyku berkurang. Namun ketika ada pemicu tersebut, terkadang anxiety tersebut kambuh kembali. Sungguh, anxiety itu sangat sangat amat tidak menyenangkan. Pernah beberapa malam Aku tidak bisa tidur karena masalah anxiety ini. 

     Terkadang aku juga menanyakan apakah ada hal yang sedang dibicarakan dengan Fulana atau Fulan? Aku bukan bermasud untuk kepo dan lain sebagainya, mungkin ada topik yang Aku juga tahu, sehingga Aku juga dapat ikut dalam kesenangan mereka. Entah mengapa ketika kami bertiga bertemu, Aku merasa tidak tahu apa-apa tentang apa yang mereka bicarakan. Perasaan ini sangatlah tidak menyenangkan, Aku seakan-akan merasa orang yang paling tertinggal di kelompok ini, Aku tidak ingin merasakan hal itu lagi, jadi Aku menanyakan apa hal yang mereka bicarakan. Tetapi mungkin mereka menangkap maksud yang berbeda, mungkin Aku dilihat sebagai orang yang terlalu kepo dengan orang lain.

No comments:

Post a Comment